Rabu, 21 Maret 2012

Obrolan warung kopi… siapa yang tepat jadi Presiden RI ke 7?.


Suatu ketika saya pernah bilang pada seseorang, "daripada S***, saya lebih pilih Ju****, atau Karni I****, satu lagi Dahlan Iskan. Dia bilang...."Kalau S bagus asal wakilnya bla...bla...Kalau Ju**** atau Karni***msh bolehlah, sudah terbukti. Kalau Dahlan, masih belum. Untuk level menteri atau pelaksana masih cocok". Saya tanya “apa alasannya?”. Dia bilang “Yah…dia baru mimpin J**P**, trus diangkat dirut PLN trus blum lama dia di taro jadi menteri  BUMN.” Saya tanya lagi “Trus Kenapa?”. Klise…dia bilang belum teruji kenegarawanan dia. Ada banyak alasan lain pula yang dia katakan. Saya batin dalam hati,“Kenapa kalau calonnya Karni setuju? bedanya dia ama Karni apa?” Beda kepribadian, pastilah. Tetapi secara kepemimpinan? Semua sudah teruji.

Kalau saya sendiri punya alasan spesifik. Sebetulnya bukan menunjuk orang / nama kenapa saya suka atau setuju nama2 yang saya sebutkan tadi menjadi Pemimpin nomor satu di Negara kita. Tetapi lebih kepada mental dan kompetensi yang mereka punya. Lah memang saya kenal dengan mereka? Yah tidak juga. Saya kenal mereka hanya dari jejak mereka yang terekam oleh media dan juga saya hubungkan dengan pengalaman pribadi.

Mereka adalah contoh2 nyata dari para wirausaha / entrepreneur yang berhasil di Indonesia, dengan pengalaman paling dekat terhadap kehidupan perekonomian bangsa. Sebagai orang yang membangun usaha dari nol dan sekarang terbukti jaya, mereka jelas berpengalaman dalam mengenali orang yang punya kinerja bagus itu yang seperti apa, mereka tahu cara menghitung cost produksi dan harga yang pantas untuk kinerja A, B, C atau D. Mereka jelas tahu apa itu ROI (return of investmen) dan paham bagaimana menerapkannya. Mereka jelas berpengalaman dalam mengenali kompetensi / kelebihan karyawan / seseorang dan tugas apa yang tepat untuk orang2 dengan kompetensi2 tersebut serta bagaimana mengembangkan potensi mereka hingga maksimal. Sebagai orang media, mereka berdekatan dengan fakta di lapangan. Di sisi lain, mereka juga dekat dengan petinggi2 negara sehingga cukup paham dengan kebijakan2 negara. Sebagai pemimpin perusahaan besar, mereka juga tahu kapan saatnya mendelegasikan tugas, dan kapan saatnya bertindak ketika delegasi tugas tidak efektif lagi. Bagi saya, mereka sudah membuktikan sikap kepemimpinannya. “Belum cukup ah, tidak ada yang berlatar belakang militer”. Lah, memang membangun bangsa harus dengan senjata atau kekuatan militer??Ketegasan tidak harus dengan senjata kan?...meskipun punishment itu perlu dan penting.

Bagi saya, itu modal yang cukup untuk membangun & memimpin bangsa ini. Dengan pengalaman kerja hampir 11 tahun dan selama kurang lebih 3 tahun terakhir masa kerja sempat menjadi korban dari krisis kepemimpinan, saya tahu betul rasanya punya leader yang bikin gerakan jadi serba salah, maju enggan, mundur takut. Saya paham maksud atasan ingin mengajar saya jadi pemimpin dengan membruk-ke kerjaan berlebih, memposisikan sang bawahan di arena konflik antar karyawan, tapi apa gunanya bila tanpa teladan dari pemimpin. Bahasa kerennya itu “ga ada coaching” (baca koaching bukan kucing). Saya tahu rasanya melihat pemimpin / senior2 saya mengatakan sesuatu yang benar tetapi mereka sendiri tidak melakukan kebenaran tersebut bahkan mengabaikan, seolah-olah menganggap bawahan atau juniornya tidak bisa berpikir. Kan katanya “Peraturan No 1, pemimpin selalu benar. Peraturan 2, kalau pemimpin salah, lihat peraturan no 1”. Weleh2-weleh….(geleng2 kepala sambil nggrogot-nggrogot meja).

Sekitar satu minggu setelah percakapan itu, kemarin ada berita Dahlan "beraksi" di jalan tol karena menemukan antrian panjang hingga lebih dari 5 kendaraan. Padahal beliau membuat kebijakan antrian jalan tol maksimal hanya 5 kendaraan saja. Ternyata eh ternyata, hanya ada 2 pintu tol berfungsi dari 4 pintu tol yang ada. Ia kemudian langsung turun tangan ikut menjadi petugas jalan tol dan ada beberapa mobil yang dilewatkan gratis.

Ini loh maksud gua! Jadi pemimpin tuh harus punya mental gitu. Ga sibuk beretorika, jaim, lama ambil keputusan dengan alasan perlu analisa mendalam padahal bingung mo pakai strategi apa, sering merasa gaji dan kerjaan ga seimbang (ini ga ngomongin siapa2...). Pada situasi2 seperti itu, so pemimpin harus segera ACTION, ADIL  (adil dong, banyak orang kehilangan waktu dan bensin gara2 antri di tol ternyata bukan karena kesalahan pengemudi tapi ketidaktepatan petugas tol ontime kerja sehingga saat jam sibuk, hanya bisa melayani 1 pintu tol manual. Nilai waktu itu loh yang tidak bisa ditukar dengan rupiah. Jadi beberapa diperkenankan lewat tol gratis), Customer Oriented alias melayani rakyat, cepat ambil keputusan, fokus pada masalah / kebutuhan rakyat saat itu, ga butuh orang lain akan jadi suka atau tidak suka dengan tindakannya. Ga mikir akan diketawain atau diremehkan orang lain. 

Jadi pemimpin itu penting untuk disukai dan dicintai tapi itu bukan menjadi kebutuhan seorang pemimpin sejati. Kasarnya, jadi pemimpin itu HARAM punya kebutuhan pribadi dicintai dan disukai. Kalau ingin populer atau disukai, jadi artis ajah. Dicintai dan disukai itu harusnya AKIBAT dari keputusan dan tindakan yang dilakukan, bukan SEBAB.

Bagi saya, kejadian Pak Dahlan di jalan tol merupakan punishment yang tepat terhadap layanan jasa publik di Negara ini. Buat saya, tentreeeem rasanya kalau pemimpin kita, disemua bidang apapun, punya sikap heroik seperti itu....Mudah2an bukan mimpi di siang bolong.

Remark : Buat yang berpikir…”gitu ajah ko dianggap heroik sih?...Lebay ah”…
Iiih,,,suka2 saya dong. Saya sebagai rakyat butuhnya kan pemimpin seperti itu...wuehehehe..http://www.facebook.com/notes/adis-yuniasih